Data memegang peranan penting di era teknologi informasi mengingat kedudukannya yang memiliki nilai komersial, bahkan disebut-sebut sebagai bentuk “minyak” baru (data is the new oil) yang merupakan komoditas berharga bagi dunia ekonomi digital. Analogi tersebut dilandasi oleh fakta bahwasanya data merupakan aset berharga dan fundamental sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan kebijakan yang tepat sasaran sehingga dapat memaksimalkan proses bisnis dalam suatu perekonomian digital. Meskipun data memiliki nilai komersial, di satu sisi data juga melekat hak asasi manusia dalam hal sumber data tersebut berasal dari manusia. Adanya unsur hak asasi manusia dalam data memiliki arti bahwasanya pengambilan data tetap memperhatikan hak-hak fundamental yang melekat, yang meliputi tetapi tidak terbatas pada privasi, kerahasiaan, dan hak kepemilikan data. Adanya unsur hak asasi manusia mengandung sejumlah arti dalam tata kelola terhadap data yaitu pengelolaan data diharuskan memperhatikan nilai-nilai dan norma yang mendefinisikan hak dan kewajiban dari para aktor yang terlibat, terdapat penjabaran terhadap dampak positif dan dampak negatif dari pengelolaan dan pembagian data, serta adanya prinsip yang harus dipegang teguh baik oleh pemerintah selaku regulator maupun pihak komersial selaku pemanfaat data. Perhatian terhadap data tersebut membuat data diatur secara ketat melalui regulasi yang utamanya diberlakukan oleh pemerintah selaku pengejawantahan dari
kedaulatan masyarakat. Pengaturan tersebut memiliki tujuan untuk menyeimbangkan kepentingan komersial dengan hak-hak individu sebagai warga negara.
Perkembangan dalam penggunaan dan pengaturan terhadap data tidak terlepas dari laju perkembangan konektivitas digital dan keterbukaan terhadap akses data yang menghilangkan batasan-batasan tertentu. Perkembangan dari konektivitas digital tersebut menciptakan suatu jaringan aliran data yang saling terhubung tanpa batas antara satu wilayah negara ke wilayah negara lainnya dengan yurisdiksi dan pengaturan terhadap data yang berbeda-beda. Adapun aliran data tersebut kemudian dikenal dalam peristilahan teknis dan regulasi terhadap data sebagai cross border data flow atau aliran data lintas batas negara. Pelaksanaan kegiatan cross border data flow dapat ditemukan dalam kegiatan sehari-hari misalnya: transfer data bisnis dari suatu perusahaan ke luar negeri, penggunaan data pengguna akses situs belanja daring dari server suatu negara oleh administrator situs di negara lain, dan pendeteksian transfer yang dilakukan oleh kartu kredit dari suatu negara ke negara lain. Berdasarkan sampel dan definisi tersebut, maka dapat terlihat bahwasanya data memiliki nilai valuasi yang besar bagi individu, bisnis, dan juga perekonomian suatu negara.
Adanya cross border data flow tersebut mendorong kebutuhan akan adanya kerja sama antara negara-negara dunia untuk mengatur data yang saling mengalir ke wilayah mereka. Adanya pengaturan terhadap data maupun transfer data tersebut bertujuan untuk melindungi hak-hak dari warga negara mereka, melindungi kepentingan dan keamanan nasional suatu negara, serta membentuk kebijakan bisnis untuk memudahkan kegiatan usaha dalam negeri. Dorongan dari negara-negara dunia untuk saling bekerjasama dalam mengatur cross border data flow tercermin dalam sejumlah forum internasional, salah satunya adalah melalui Group of 20 (G20). Pada pertemuan G20 yang dilaksanakan terakhir pada tahun
2022 lalu, Indonesia sebagai ketua presidensi G20 tahun 2022 menyatakan bahwa crossborder data flow adalah salah satu prioritas dalam tata kelola dan pengaturan data. Prioritas tersebut mendorong perlunya kerja sama antar negara dengan memperhatikan masukan dari stakeholder data terkait di negara-negara tersebut.
Indonesia sebagai salah satu negara yang menginisiasi prioritas tersebut mengedepankan pengaturan terhadap aliran transfer data yang dilakukan dengan prinsip keadilan, transparan, dan keabsahan. Pengaturan terhadap transfer aliran data yang diterapkan di Indonesia tertuang dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Amanat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 menghendaki pengaturan lebih lanjut terkait dengan transfer data ke luar negeri yang bersinggungan dengan crossborder data flow dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Maka dari itu, hal ini menjadi isu mengenai paradigma selanjutnya terkait dengan crossborder data flow di Indonesia. Hal tersebut mengingat bahwa dalam sejarah hukum terkait cross border data transfer yang diberlakukan di Indonesia, maka Indonesia menerapkan regulasi dengan paradigma economy-wide data localization (lokalisasi data berbasis ekonomi).
Praktik lokalisasi data sebagaimana yang diterapkan oleh Indonesia sebelumnya telah dikritisi karena menciptakan kekhawatiran akan implikasinya terhadap arus data internasional dan juga adanya potensi fragmentasi dunia digital, khususnya dalam transaksi digital yang dapat menimbulkan efek ekonomi yang merugikan. Meskipun demikian, perlu disadari juga bahwasanya lokalisasi data memiliki sejumlah nilai tambah yaitu membuka lapangan kerja di sektor tata kelola data hingga memiliki potensi keuntungan bagi negara dengan proyeksi menciptakan pertumbuhan gross domestic product hingga 50% (lima puluh persen). Maka dari itu, penting selanjutnya untuk memperhatikan bagaimana paradigma dan teknis crossborder data flow akan diatur dalam aturan turunan tersebut. Tidak hanya itu, pengaturan terhadap cross border data flow juga penting untuk mempertimbangkan komponen lain yang juga tidak kalah penting dalam perlindungan data pribadi yaitu hak-hak sipil dari warga negara Indonesia serta kepentingan nasional Indonesia. Berdasarkan kajian tersebut, maka tulisan ini akan mengkaji 3 (tiga) topik terkait dengan regulasi dan praktik cross border data flow di Indonesia. Ketiga topik tersebut yaitu pertama, praktik dan isu terkait dengan cross border data flow di Indonesia; kedua, perbandingan terkait praktik yang baik (good practice) dan regulasi tentang cross border data flow di negara-negara lain yang dapat diterapkan di Indonesia; dan ketiga, arah pengaturan selanjutnya tentang cross border data flow dalam hukum Indonesia pasca pengesahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022.