Policy Brief on E-Health

eHealth (atau juga dikenal dengan e-health) merupakan perkembangan dari pelayanan medis di dunia yang populer pasca peningkatan penggunaan internet di dasawarsa 1990-an. Perkembangan tersebut juga tidak terlepas dari kecenderungan dunia medis untuk menggunakan teknologi berbasis sistem informasi untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien, dan cepat tanggap terhadap kebutuhan pasien. Tujuan dari kehadiran eHealth dalam dunia medis adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas dari diagnosa dan pelayanan kesehatan, sehingga menciptakan sistem pengawasan kesehatan terhadap pasien yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dari pasien tersebut. Istilah eHealth sebagai perwujudan dari pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam dunia medis sendiri bukanlah barang baru. Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam dunia medis telah dikenal sejak tahun 1929, yaitu ketika penggunaan kode morse dan gelombang radio secara masif oleh dokter-dokter Inggris untuk berkonsultasi dengan pasien yang berada di Australia yang kala itu memiliki keterbatasan pasokan medis. Perkembangan penggunaan teknologi komunikasi dalam sektor medis kemudian digunakan secara lebih luas lagi oleh departemen kesehatan di Kanada mulai dari tahun 1942 untuk menjamah daerah pedesaan dan daerah terpelosok yang memiliki keterbatasan akses terhadap kesehatan di masa itu. 

Perkembangan terhadap cikal bakal teknologi eHealth juga dipengaruhi oleh perkembangan dalam dunia medis secara umum yaitu di tahun 1962, kala itu ketika ilmuwan medis Werner Karlow dari Universitas Toronto berhasil menemukan konsep personalized medicine yaitu perobatan yang disesuaikan secara individu pribadi. Konsep personalized medicine merupakan penemuan yang menggabungkan ilmu farmasi dengan genetika manusia, sehingga dokter atau tenaga medis di seluruh dunia mampu untuk menentukan perobatan atau perawatan kesehatan yang cocok bagi individu pasien berdasarkan genetika dan fisik dari pasien tersebut. Perkembangan konsep personalized medicine dalam dunia kesehatan menyadarkan para tenaga medis dan ilmuwan kesehatan untuk mengutamakan data sebagai salah satu langkah dalam tahapan perawatan medis yang efektif. Maka dari itu, ilmuwan komputer bersama-sama dengan ilmuwan di bidang kesehatan mengembangkan sistem perekaman dan pendataan kesehatan elektronik melalui Electronic Health Records (EHRs). EHRs sendiri memudahkan tenaga medis dalam menyimpan dan mengolah data melalui perkembangan teknologi informasi, terlebih dengan adanya sistem internet yang memungkinkan penyimpanan dan pembagian data-data kesehatan dalam jumlah yang masif. Penggunaan EHRs menjadi salah satu pilar utama dalam dunia kesehatan dunia modern dan telah diterapkan pada sejumlah negara-negara dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, hingga Australia. 

Sistem EHRs sendiri kemudian berkembang menjadi suatu bentuk “big data” pasca perkembangan penelitian di bidang kesehatan seiring dilakukannya riset terhadap genom atau biologi molekuler seperti whole-genome sequencing dan genome-wide association studies. Kedua riset terhadap genom tersebut menghasilkan data-data dalam jumlah yang sangat besar sehingga mirip dengan kumpulan data besar yang dihasilkan oleh disiplin

ilmu lainnya seperti ilmu fisika partikel dan meteorologi. Adanya “big data” dalam bidang kesehatan tersebut memungkinkan adanya pendekatan kognitif berbasis sains untuk pengambilan keputusan dalam dunia medis serta menjadi dasar dalam algoritma di ranah kesehatan untuk membantu manusia dalam mendapatkan penanganan dan perawatan kesehatan terbaik.

Bersamaan dengan perkembangan EHRs dan meningkatnya penggunaan internet dalam dunia medis, penyedia layanan kesehatan menyadari bahwasanya perkembangan teknologi yang memungkinkan masyarakat untuk menjadi semakin terhubung dan alat-alat yang semakin mobile dan portable dapat dimanfaatkan sebagai media pelayanan kesehatan. Salah satu bentuk media pelayanan kesehatan yang sejalan dengan perkembangan internet dan maraknya penggunaan akses alat telekomunikasi yang lebih mobile adalah hadirnya mobile health services atau dikenal di ranah medis dengan istilah “mHealth”. Fungsi dari mHealth pada awalnya adalah sebagai media komunikasi antara pasien dengan para tenaga medis sekaligus media untuk mengawasi perkembangan fisik dari pasien atau klien kesehatan mereka. Perkembangan terkini dalam dunia telekomunikasi menghadirkan sistem mHealth yang dapat diakses melalui smartphone atau komputer tablet dikarenakan kedua media tersebut memiliki operating system yang mampu mendukung operasional aplikasi kesehatan. 

Maraknya penggunaan mHealth berbasis smartphone atau tablet beserta teknologi yang mengarah kepada penggunaan sistem berbasis nirkabel, mendorong pula penggunaan mHealth berbasis “wearable technologies” atau alat elektronik yang didesain untuk dapat dipakai sehari-hari oleh pengguna seperti jam tangan smartwatch atau chip yang ditanam pada tubuh pengguna. Keberadaan wearable technology yang melekat pada tubuh pengguna dapat memberikan data-data kesehatan dari pengguna yang lebih berkualitas dengan

kuantitas yang banyak pula sehingga dapat membantu dunia medis. Data-data tersebut misalnya adalah data terkait denyut jantung atau aliran darah jantung, saturasi oksigen dalam darah, tekanan darah, jumlah langkah atau pergerakan sehari-hari pengguna, hingga dapat mendeteksi adanya potensi sindrom tremor yang dimiliki oleh pengguna yang dapat mengindikasikan penyakit Parkinson.

Perkembangan dan penggunaan dari eHealth dalam segala bentuk saat ini telah disambut baik oleh tenaga-tenaga medis di seluruh dunia, dan tren penggunaan tersebut semakin meningkat pasca pandemi global Covid-19 baik di masyarakat awam maupun dunia medis. Penggunaan eHealth yang awalnya bersifat komplementer kemudian menjadi salah satu primadona bagi masyarakat untuk melakukan komunikasi dengan tenaga medis dan penanganan kesehatan menggunakan sistem elektronik yang mereka gunakan. Alasan dari masyarakat untuk semakin intens menggunakan eHealth cukup beragam mulai dari mengurangi risiko terinfeksi virus Covid-19, terbatasnya akses ke ruang publik maupun transportasi umum, kemudahan yang ditawarkan oleh eHealth, hingga biaya yang dikeluarkan untuk eHealth jauh lebih murah dibandingkan pelayanan dan konsultansi secara konvensional. Peningkatan penggunaan tersebut juga sejalan dengan sejumlah kebijakan medis dan pemerintah negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Tiongkok, dan Taiwan untuk membatasi fasilitas kesehatan konvensional hanya untuk kedaruratan atau penanganan pandemi Covid-19 saja.

Kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan oleh eHealth kemudian menjadi pengalaman tersendiri bagi masyarakat sehingga meningkatkan minat dan tren penggunaan eHealth oleh masyarakat dunia. Tren tersebut ditunjukkan dengan tren pasar eHealth dunia di tahun 2020 yang mencapai

nilai US$ 69,5 miliar, berkembang menjadi US$  80,53 miliar dan diproyeksikan untuk mencapai nilai US$ 218,5 miliar di tahun 2025, atau perkembangan per tahun di sekitar angka 14,8%. Mengambil sampel dari beberapa negara yang merupakan negara unggulan dalam eHealth yaitu Tiongkok, tren penggunaan eHealth dalam data yang diambil dari 1.033 pasien atau pengguna eHealth di Tiongkok menunjukkan bahwa sekitar 560 atau sekitar 55% responden pengguna eHealth puas dan sepakat akan menggunakan layanan eHealth di masa depan. Data yang sama terkait dengan ketertarikan penggunaan terhadap eHealth pasca pandemi Covid-19 juga ditunjukkan di Uni Eropa yang menunjukkan bahwasanya hampir 55% pengguna eHealth di berbagai negara Uni Eropa  di usia 16-74 tahun telah menggunakan layanan eHealth sepanjang tahun 2020-2021.

Perkembangan dan proyeksi dari pasar eHealth yang besar mendorong bagi negara-negara maupun perusahaan-perusahaan swasta dunia untuk memanfaatkan kesempatan ini. Hal tersebut tercermin misalnya dengan besarnya jumlah investasi negara-negara Uni Eropa terhadap perusahaan penyedia layanan kesehatan yang ada di negara Uni Eropa, yang mencapai angka 626 perusahaan di tahun 2021. Sementara itu di ranah swasta, langkah pengembangan untuk menghadapi kesempatan dalam pasar eHealth juga diambil oleh raksasa internet dunia yaitu misalnya adalah Google yang telah mengakuisisi sejumlah startup kesehatan seperti Fitbit untuk mendorong pengembangan layanan kesehatan yang dikembangkan oleh Google sendiri. Langkah yang sama dengan cara yang berbeda dilakukan oleh perusahaan teknologi Apple, Inc. yang mengembangkan perangkat gawai seperti iPhone dan sistem wearable technology yang mereka punya yaitu Apple Watch sebagai media eHealth untuk memberikan keputusan kesehatan berbasis data secara otomatis oleh kecerdasan digital yang mereka miliki.

Penggunaan eHealth di Indonesia juga bukan merupakan barang baru bagi dunia medis. Sejak penggunaan sistem eHealth yang pertama kali dilakukan melalui jaringan intranet dan satelit di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1997, layanan medis di Indonesia telah menggunakan sistem eHealth. Perkembangan dalam penggunaan eHealth kemudian digalakkan oleh pemerintah seiring dengan berkembangnya teknologi nirkabel dan adanya kebutuhan penanganan penyakit jarak jauh akibat epidemi SARS dan flu burung yang terjadi di Indonesia di awal dekade 2000. Penggunaan eHealth di Indonesia memiliki tujuan untuk mendukung pusat layanan kesehatan masyarakat (puskesmas) yang merupakan garda terdepan dalam penanganan dan layanan kesehatan masyarakat khususnya di wilayah pedesaan yang sulit untuk diakses secara fisik. Inovasi dalam eHealth yang digunakan oleh pemerintah maupun swasta dalam dunia medis meliputi penggunaan digital video transport system, sistem informasi berbasis multimedia message dan text message, sistem internet khusus medis, hingga aplikasi pemerintah berbasis telepon seluler dan telepon pintar.

Meskipun Indonesia telah menggunakan sistem eHealth dalam pelayanan kesehatan dan mengembangkan inovasi berbasis eHealth, akan tetapi pada praktik eHealth di Indonesia masih memiliki keterbatasan. Keterbatasan tersebut adalah bahwasanya saat ini praktik eHealth pada umumnya masih bertujuan untuk promosi kesehatan. Selain itu penggunaan layanan eHealth di Indonesia pada praktiknya hanya lazim dipakai untuk mengintegrasikan sistem informasi manajemen rumah sakit, pengelolaan data rekam jejak medis elektronik, promosi kesehatan, dan menunjang diagnosis berupa konsultansi antara pasien dengan dokter. Oleh karena itu, hal ini mengesankan bahwasanya eHealth hanya sebatas layanan sampingan yang diberikan oleh tenaga medis untuk menunjang pelayanan medis utama terhadap pasien saja

(seperti rawat jalan atau rawat inap). Padahal, perkembangan dunia digital juga menghendaki adanya pelayanan kesehatan yang cepat, aman, mobile, dan tentunya membutuhkan regulasi yang memastikan layanan eHealth aman bagi pasien atau pengguna. Ketiadaan regulasi ini menimbulkan sejumlah ruang kosong bagi praktik eHealth di Indonesia, terutama pada isu data pribadi dan perlindungan pasien/pengguna yang sering kali memiliki hubungan yang timpang dengan penyedia layanan kesehatan.

Berdasarkan isu perkembangan dan isu dalam eHealth di ranah global maupun Indonesia, maka dapat terlihat bahwasanya eHealth masih memiliki sejumlah keterbatasan. Adapun sejumlah isu dan rintangan yang selama ini terjadi dalam praktik penggunaan eHealth dalam konteks global yaitu: pertama, kerahasiaan data pasien/pengguna eHealth; kedua, interoperabilitas dalam penggunaan dan pengelolaan data antara penyedia layanan eHealth yang berbeda-beda; ketiga, hubungan kepercayaan antara penyedia layanan kesehatan dengan pakar atau ahli di bidang informasi dan teknologi; keempat, manajemen pengelolaan dan pelindungan terhadap data pribadi pasien dalam sistem eHealth; kelima, kekurangan sumber daya manusia baik dalam kuantitas maupun kualitas dalam pengelolaan eHealth, dan keenam, kebijakan pemerintah terhadap sistem eHealth. Sedangkan apabila dikerucutkan dalam konteks penyelenggaraan eHealth di Indonesia, maka terdapat dua isu besar. Kedua isu besar tersebut yaitu: permasalahan pertama, kesenjangan digital yang tercermin dari sejumlah permasalahan di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti terbatasnya infrastruktur TIK, infrastruktur penunjang TIK, dan kemampuan SDM pendukung; dan permasalahan kedua, keengganan tenaga kesehatan untuk menggunakan eHealth, yang tercermin dari kurangnya pemahaman dan urgensi untuk pengembangan kapasitas dalam mendidik tenaga kesehatan sehingga dapat melayani masyarakat secara jarak jauh.

Dengan demikian, maka terlihat bahwasanya salah satu permasalahan utama dalam eHealth adalah adanya kebutuhan dan kesempatan pasar yang besar dari eHealth dalam dunia kesehatan. Akan tetapi, kebutuhan dari pengguna atau pasien tersebut sayangnya tidak dibarengi dari para tenaga medis dan pembentuk kebijakan yang masih belum siap memanfaatkan eHealth dalam dunia medis. Khusus pada ranah pembentuk kebijakan, isu di ranah tersebut kemudian berkembang menjadi isu pengaturan terhadap eHealth yang melingkupi pembagian hak, kewajiban, dan tanggung jawab antara stakeholder dalam bidang medis, pemerintah, hingga pengguna layanan eHealth. Ketiadaan pengaturan yang jelas masih menciptakan keraguan terhadap para pihak untuk memanfaatkan eHealth sebagai suatu bentuk alternatif pelayanan kesehatan di era serba digital saat ini.

Download

Press ESC to close