ELSAM Mini Policy Brief - Cryptocurrency

Saat ini teknologi komputasi digital telah dikembangkan di berbagai platform digital melalui pengembangan bisnis berbasis internet untuk mendukung ekonomi digital. Secara umum, ekonomi digital mencakup sektor digital, Internet of Things (IoT), platform berkembang, serta layanan digital. (Williams, 2021). Selain itu, internet, otomatisasi digital, media sosial, komunikasi elektronik seperti email, serta pembayaran digital seperti Apple Pay, bitcoin, transfer bank, dan mata uang kripto merupakan beberapa komponen penting dari ekonomi digital.


Dalam ekonomi digital, cryptocurrency adalah fenomena terkini yang mendapat banyak perhatian. Berdasarkan Global Crypto Adoption Index oleh Chainalysis, adopsi global terhadap cryptocurrency terus meningkat dari tahun 2021 hingga saat ini, dengan popularitas lebih di negara-negara Asia Tenggara. Cryptocurrency dengan teknologi blockchain yang digunakan untuk menciptakan uang digital, uang elektronik, atau uang virtual membuat semua transaksi yang terjadi menjadi sangat

transparan. Penggunaan open distributed ledger untuk mencatat transaksi juga menghilangkan kebutuhan akan pihak ketiga dan masalah pengeluaran ganda. Selain itu, sifat desentralisasi pada teknologi blockchain juga dapat meningkatkan kapasitas dan keamanan transaksi, serta menyelesaikan transaksi dengan lebih cepat. These characteristics are prominent on the list of traditional financial system flaws. Namun, selain memiliki keunggulan sebagaimana telah disebutkan, penyelenggaraan aktivitas terkait cryptocurrency juga tidak lepas dari berbagai risiko yang berpotensi merugikan para pihak yang terlibat, mulai dari risiko keamanan, risiko volatilitas, hingga risiko pengaturan yang akan dijelaskan lebih lanjut uraian berikutnya. 


Di Indonesia sendiri, tingginya animo dan partisipasi masyarakat terhadap fenomena cryptocurrency tergambar dari pertumbuhan pasar cryptocurrency yang berkembang pesat. Berdasarkan laporan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) melaporkan bahwa nilai transaksi kripto sepanjang tahun 2022 lalu mencapai angka yang fantastis yaitu sebesar Rp306,4 triliun. Selain itu, menurut keterangan Bambang Soesatyo selaku Ketua MPR RI dalam acara Indonesian Crypto Consumer Summit 2023, saat ini pasar kripto Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara, dengan menduduki posisi ke-30 di dunia. Selain itu, hingga Januari 2023 lalu, jumlah investor cryptocurrency mencapai 15,2 juta orang, yang notabene jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah investor di pasar modal berbasis Single Investor Identification (SID) yang jumlahnya hanya sekitar 7,48 juta investor dan diperkirakan akan terus bertambah. Sayangnya, tingginya animo masyarakat dalam investasi cryptocurrency tersebut belum diimbangi dengan langkah preventif maupun antisipatif dalam menghadapi potensi risiko yang ada.

Selain itu, hingga saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara komprehensif mengatur berbagai aspek dalam pelaksanaan aktivitas cryptocurrency. Padahal, tercatat pada tahun 2021 lalu, seorang warga negara Indonesia pernah melaporkan kasus penipuan dengan motif investasi jangka panjang dalam bentuk cryptocurrency yang mengakibatkan raibnya uang sebesar Rp2,5 miliar. 


Berangkat dari latar belakang di atas, dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan aktivitas cryptocurrency yang notabene memiliki risiko besar, selain diperlukan adanya pemahaman para pihak terutama investor dalam memahami karakteristik serta profil risiko investasi cryptocurrency, diperlukan pula campur tangan pemerintah dalam memberikan safety net berupa perlindungan hukum secara maksimal melalui kerangka peraturan yang komprehensif. Oleh karena itu, fokus dari penelitian ini adalah untuk mengkaji peraturan hukum eksisting terkait penyelengaraan aktivitas cryptocurrency serta melakukan benchmarking terhadap best practices di negara-negara lain.

Download

Press ESC to close